JarakPandang.Com – Ada ungkapan, foto mampu berbicara lebih dari seribu kata. Apakah ungkapan ini memang benar, atau hanya melebih-lebihkan saja? Padahal, kalau kita bertanya pada fotografernya, apa yang membuat foto itu menarik, belum tentu dia bisa menjabarkannya.
Foto memang dibuat dengan beragam alasan. Alasannya tergantung apa yang membuat fotografer itu tertarik untuk merekamnya dan apa yang ingin diceritakan lewat foto tersebut. Bahkan, alasannya bisa sangat personal. Yang terpenting saat ditanya apa alasannya, kita bisa menjabarkannya. Apalagi, kalau foto tersebut kemudian dipamerkan ke orang lain, menjadi konsumsi publik, tidak sekedar disimpan di komputer kerja kita.
Dengan memamerkan foto tersebut ke publik, berarti ada sesuatu yang kita ingin sampaikan lewat foto tersebut. Dalam hal ini, foto telah menjadi “media komunikasi” antara kita dengan mereka yang punya akses dengan foto tersebut. Foto dikatakan berhasil sebagai media komunikasi jika asumsi yang muncul di benak orang yang melihat foto tersebut sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh fotografernya.
Apakah orang lain tidak boleh berasumsi, berinterpretasi lain pada foto tersebut? Jawabannya, boleh. Bahkan, orang lain seringkali bisa menangkap sesuatu yang lain, cerita yang lain, dari foto tersebut, yang sebelumnya tidak terpikirkan atau di luar pengalaman fotografernya. Namun, dalam ranah komunikasi, kalau hal ini sampai terjadi, fotografer tersebut tetap saja dianggap gagal mengkomunikasikan ide-idenya lewat foto tersebut.
Khusus untuk fotografi jurnalistik, asumsi adalah fakta yang terjadi di lapangan yang harus bisa menyampaikan sebuah kebenaran. Karena kebenaran fakta pada foto jurnalistik tidak bisa ditawar, asumsi pada fotografi jurnalistik tidak lagi bebas. Dalam hal ini, fotografer memposisikan diri sebagai saksi atas realitas yang terekam ke dalam gambar tepat pada saat shutter kamera ditekan.
Hal yang lebih ekstrem berlaku pada fotografi komersial di dunia periklanan. Asumsi yang ingin dimunculkan pada gambar iklan adalah klimaks dari suatu investasi yang mahal. Asumsi yang muncul pada gambar iklan adalah pesan yang harus mudah diingat untuk dapat mempengaruhi pikiran seseorang.
Untuk dapat bercerita dengan baik lewat foto, penyusunan konsep gambar menduduki peran yang penting. Bisa dikatakan, kemampuan seorang fotografer menitipkan makna pada gambar-gambarnya mewakili kedalaman jiwa serta pengalaman hidupnya. Ini sama halnya, buku mewakili kepribadian penulisnya, bait-bait lagu mewakili isi hati penyairnya. Seperti halnya, membaca kedalaman makna buku sastra Bumi Manusia karangan Pramoedya tentu jauh berbeda dibanding membaca novel Perempuan Kedua tulisan Mira Widjaya.