JarakPandang.Com – Foto tentang Potret Petani Tebu bidikan Muhammad Iqbal ini memang tidak menang di kompetisi foto. Namun, dari sekian kali diminta menjuri lomba foto, justru foto inilah yang paling membekas, punya cerita kuat, salah satu foto terbaik dalam suatu lomba versi saya.
Loh, kalau foto terbaik kok tidak menang? Aneh banget, bukan?
Menang tidaknya sebuah foto dalam sebuah lomba itu tergantung sangat tergantung dengan sistem penjuriannya. Kebetulan, lomba yang diikuti oleh foto ini dilakukan oleh lima juri dengan sistem poin (angka) tertinggi. Kalau hanya satu juri saja yang mengapresiasi tinggi, sedangkan yang lainnya menilai rendah, foto pasti akan terlempar dari daftar unggulan. Apalagi kalau sistemnya tertutup, pyur dengan sistem poin. Tidak ada ruang diskusi untuk memberikan argumen tentang sebuah foto untuk meyakinkan ke yang lainnya apa yang membuat foto ini jadi pantas dinilai tinggi.
Apakah itu artinya selera juri lainnya rendah? Bukan. Hal seperti ini hanya soal pilihan pisau bedahnya saja yang berbeda. Ada juri yang memilih unsur estetika sebagai pisau bedah andalannya, sedangkan yang lain, karena biasa bermain di komersial, lebih memilih faktor teknis sebagai pertimbangannya. Karena kebetulan suka dengan literatur sejarah dan budaya, saya mencoba melihat tema tersebut dari sudut pandang yang berbeda saja. Itu saja masalahnya.
Nah, diluar perdebatan, perbedaan keyakinan, tentang sistem penjurian seperti apa yang paling ideal untuk sebuah lomba foto, yang lebih penting di sini adalah mengapa foto yang tidak menang ini justru bisa paling membekas, saya anggap punya cerita yang kuat.
Ini tentang apa yang kita bisa baca dari foto Potret Ibu Petani Tebu karya Muhammad Iqbal ini. Karena Iqbal pun sudah memberi ijin buat saya untuk menulis dan menggunakan foto ini, ini bisa menjadi bahan buat berbagi.
Kebetulan, lomba yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun tersebut bertema Budaya Indonesia. Kalau bicara tentang budaya, umumnya, imajinasi kita langsung tertuju, terkotak, pada masalah kesenian atau adat-istiadatnya saja. Misal, tentang seni tari, seni musik, pertunjukan, ritual perkawinan, dan yang lainnya. Padahal, kebudayaan juga bisa menyangkut tentang sistem ekonomi dan sosial masyarakatnya.
Berkaitan dengan tema Budaya Indonesia, menurut saya, foto punya Iqbal ini mampu berbicara banyak kalau dibaca dari kacamata tatanan ekonomi dan sosial masyarakat Jawa yang menjadi latar belakang dari foto tersebut.
Dari beragam literatur tentang sejarah dan kebudayaan Indonesia, kebudayaan masyarakat Jawa yang identik dengan budaya agraris terbentuk karena kaum perempuanlah yang menjadi peletak dasarnya. Saat kaum prianya berburu, para ibulah yang merintis lahirnya budaya meramu, bertani. Jejak arkeologi pada situs-situs sejarah di Jawa menempatkan kaum perempuan tersebut begitu tinggi. Berwujud patung para dewi sebagai sumber air, sumber kehidupan para petani.
Bagi masyarakat agraris, kaum perempuan sangat dihormati, punya kedudukan sosial yang tinggi.
Karenanya, saat foto ini masuk dalam perlombaan bertema Budaya Indonesia. Potret Ibu Petani Tebu yang terlihat sangat tangguh, berkarakter kokoh ini, menurut saya berhasil mewakili salah satu hal paling mendasar dari Kebudayaan Indonesia.
Jejak, kesan kuat dari foto ini pun masih membekas sampai sekarang dan bisa mengalir menjadi sebuah cerita yang bisa digunakan untuk belajar bersama-sama.