JarakPandang.com – Di Kampung Waingapu, Sumba Timur, keahlian membuat kain dengan teknik tenun ikat bukan hanya menjadi keahlian para ibu saja. Tangan-tangan para prianya pun tidak kalah terampil merangkai motif tenun ikat Sumba Timur yang istimewa.
Umbu Pingi Ngai beserta istrinya, tetua adat, raja dari Kampung Adat Waingapu yang sedang berusaha untuk mengembangkan, memperkenalkan tenun ikat Sumba Timur mengajak sendiri JarakPandang.com proses dari pembuatan tenun ikat tersebut.Keseluruhan proses pembuatan tenun ikat, dari awal pemintalan kapas menjadi benang, ke pewarnaan, hingga penenunan semuanya dilakukan secara tradisional dengan tangan. Satu kain lebar berukuran dua meter bisa makan waktu pengerjaan hingga berbulan-bulan. Paling cepat, satu kain bisa selesai dalam waktu dua bulan.
Tenun ikat Sumba Timur yang dibuat di Kampung Waingapu sejauh ini tetap mempertahankan penggunaan pewarna alam. Diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di tempat tersebut. Seperti, daun Nila yang banyak tumbuh di pekarangan rumah dipakai untuk bahan warna biru. Pewarna lainnya, akar Mengkudu untuk warna merah, daun Indigo untuk warna hitam, dan kulit kayu Sogan untuk warna kuning.
Setaip proses pewarnaan butuh waktu hampir sepekan. Karena satu kain bisa terdiri dari tiga warna, proses pewarnaannya saja lamanya bisa satu bulan. Setelah semua pewarnaan selesai, kain masih harus dicelup ke dalam minyak kemiri, baru kemudian dikeringkan.
Filosofi Rakyat Sumba pada Motif Tenun
Bagi Umbu Pingi Ngai, yang membuat tenun ikat Sumba Timur menjadi lebih istimewa adalah makna yang terkandung dibalik motif-motifnya. Motif-motif binatang yang tertera pada kain tersebut adalah cerminan filosofi hidup dari masyarakat Sumba Timur.
Rakyat Sumba Timur harus bisa hidup secara gagah, kuat, dan gesit selayaknya seekor kuda untuk bisa menaklukkan alam Sumba Timur yang gersang dan keras. Apalagi untuk seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus kuat untuk dapat menjadi pegangan dan sandaran rakyatnya, seperti seekor kuda.
Untuk para orangtua, rakyat Sumba Timur belajar dari cara hidup ayam. Induk ayam akan selalu menjaga dan mengutamakan kehidupan anak-anaknya. Pelajaran hidup inipun direkam dalam motig tradisional kain tenun ikat Sumba Timur.
Sedangkang dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan masyarakat Sumab Timur yang terbiasa menyelesaikan masalah lewat jalan bermusyawarah digambarkan dengan motif burung Kakatua.