JarakPandang.Com – Tujuan utama perjalanan saya ke Madura ini sebenarnya untuk melihatĀ karapan sapi. Ikon wisata dan tradisi di Madura. Memotret dan melihatĀ dari dekat pertunjukkan Topeng Madura sama sekali tidak ada di agenda.
Saya pun baru tahu ada seni pertunjukkan Topeng Madura setelah singgah ke rumah sekaligus warung makan Pak Budi, yang juga salah satu fotografer senior dari Madura. Beliau memberi tahu kalau nanti malam bakal ada pementasan Topeng Madura di salah satu kampung di Kabupaten Sumenep.Kebetulan, Pak Budi menjadi penggiat seni Topeng Madura, hampir selalu mendapatkan info kapan dan di mana bakal ada pentasnya.
Bentuk kuatnya pengaruh Islam di Madura salah satu jejaknya dapat dilihat pada seni pertunjukkan Topeng Madura. Pertunjukkan yang mirip wayang orang, berlatar belakang cerita Menak atau Mahabharata tersebut, semua tokohnya diperankan oleh laki-laki. Di Madura, Islam memberi pengaruh bahwa wanita tidak diijinkan ambil bagian dalam pertunjukkan di depan umum.
Dengan menggunakan pakaian seperti pada wayang orang, semua tokohnya mengenakan topeng sesuai dengan karakter masing-masing. Topengnya mengambil karakter tokoh seperti pada wayang kulit. Pertunjukkan dilakukan di atas panggung tonil. Seperti pada pertunjukkan kethoprak.
Yang membedakan dengan wayang orang, pada Topeng Madura pemain hanya berperan sebagai lakon. Tidak melakukan dialok sama sekali. Semua cerita diatur dan dibawakan oleh dalang.
Yang paling menarik, Topeng Madura sampai saat ini masih banyak dipentaskan di kampung-kampung sebagai kesenian rakyat. Setiap kali pementasan, ada jeda khusus di mana warga sekitar akan naik ke atas panggung untuk memberikan uang sawer kepada pemain. Ini bentuk gotong- royong masyarakat di perkampungan Madura yang membuat kesenian tersebut masih bisa bertahan dengan subur sampai sekarang.
Bagi masyarakat perkotaan, cara-cara seperti ini mungkin terkesan tidak elok untuk dilihat. Hal tersebut juga membuat pertunjukkan seni Topeng Madura tidak lagi terasa sakral.