JarakPandang.Com – Begitu tahu pilihan jalurnya, sudah kebayang bakal seperti apa medannya. Jalur sepedaan teman-teman Kompas Gramedia Cyclist (KGC) tahun ini memilih Jalur Lingkar Merapi, dari Jogja ke Delanggu. Tapi, yang ini tidak lewat jalan Jogja-Solo. Lewatnya Jalan Pakem-Turi ke Pasar Talun, Magelang. Lalu naik lewat Sengi ke Klakah, deket Ketep Pass. Terus ke Selo, Boyolali.
Kalau pulang ke Klaten, saya sering menyempatkan diri sepedaan naik Merapi. Dari Pasar Kembang ke Deles Indah. Namun, yang ini masih satu kecamatan. Jaraknya pun hanya 15-an kilometer, dalam dua jam saja sudah bisa sampai.
Di jalur lingkar Merapi lewat Selo ini tanjakannya sama. Tapi, dihitung jaraknya dari kantor Kompas Jogja ke Delanggu hampir 100 kilometer. Melintasi empat Kabupaten. Sleman, Magelang, Boyolali, Klaten.
Untungnya, saya sudah pulang lebih awal. Jadi waktu istirahatnya cukup. Tuapi buat teman-teman, setelah semalaman di kereta Jakarta-Jogja, badan yang kurang istirahat langsung diajak naik ke Pasar Talun, Magelang, lewat jalan Pakem-Turi-Turgo. Naiknya sih halus. Tapi, terus-terusan. Dan ini baru pemanasan.
Setelah makan siang dengan bronkos Magelang di Pasar Talun, baru dipaksa melahap tanjakan di daerah Sengi, Klakah, sampai ke Selo, Boyolali. Berujung di Delanggu, Klaten. Istirahat total baru bisa dilakukan di rumah Mas Santa ini, teman kantor.
Tanjakan, panjang jalur untuk sepedaan ini benar-benar bikin kaki kelelahan. Sampai-sampai, rencana naik ke Candi Sukuh di hari kedua dibatalkan. Lebih memilih berendam di kolam air alami di Cokro Tulung. Apalagi, sekarang ini puncak musim panas, saat daerah Klaten bagian selatan kering dan gersang.
Bisa menaklukkan tantangan jalur ini bukanlah hal yang paling membuatku berkesan. Yang saya suka justru ada di tempat-tempat di mana kami berhenti.
Awalnya di Pakem. Saat kami berhenti di depan SDN Girihardjo. Di tempat itu, teman-teman langsung berinteraksi dengan para murid yang lagi berolahraga. Pak Parman ikutan main kasti, Intan dan Tante Lily ikutan bulutangkis. Mereka saling sapa, berbaur, main bareng dengan mereka. Cair, mengalir begitu saja.
Buatku, perjalanan, petualangan, memang tidak sekadar seberapa jauh, seberapa indah, seberapa berat tantangannya. Perjalanan juga soal bagaimana kita bisa mengenal, dekat, dan belajar dari pengalaman orang-orang sekitar.
Berhenti di lokasi pembuatan kain lurik, kain tenun khas Klaten yang dulu biasanya hanya dipakai buat kain gendongan karena kain ini memang terkenal kuat, di Pedan, Klaten. Lalu lanjut ke Batik Purwanti di Desa Jarum, Bayat. Melihat langsung seperti apa pembuatan batik cap berikut proses pewarnaannya. Jadi pengalaman yang tidak kalah menariknya.